Aku Tersesat Di Dalam Pikiranku Sendiri: Menunggu Orang Lain Untuk Melakukan Semua Bersama, Akhirnya Aku Tidak Pernah Memulai. Seolah Orang Lain Yang Salah, Nyatanya Aku Yang Terlalu Naif
Hari ini, Kamis, 22 Mei 2025
Ada satu hal yang diam-diam membuatku takut. Bukan tentang kehilangan, bukan tentang gagal. Tapi tentang bagaimana aku menjadi sangat bergantung pada keberadaan orang lain untuk memulai sesuatu yang seharusnya bisa aku mulai sendiri.
Aku pikir, segala hal akan lebih ringan jika dilakukan bersama. Aku percaya, kebersamaan akan selalu membawa kehangatan dan kekuatan. Tapi aku lupa satu hal—bahwa tidak semua orang berada di frekuensi yang sama sepertiku. Tidak semua orang ingin berjalan dengan ritme yang aku ciptakan. Bahkan beberapa di antaranya mungkin tidak pernah berniat berjalan dari awal.
Lama-lama aku tersesat di dalam pikiranku sendiri.
Aku menunggu dan terus menunggu. Aku pikir mereka hanya belum siap. Tapi semakin aku tunggu, semakin aku sadar... yang sebenarnya belum siap itu aku. Aku menumpukan harapanku pada orang lain. Menyandarkan semangatku pada komitmen yang tidak pernah ada. Seolah mereka yang salah karena tidak memulai bersamaku, padahal... akulah yang terlalu naif menanti sesuatu yang tidak pernah dijanjikan.
Bayangkan kamu berada di depan pintu, menunggu seseorang membuka kunci dari dalam. Padahal kamu sendiri memegang kunci itu di tanganmu.
Begitulah rasanya.
Ternyata aku punya semacam ketakutan untuk bergerak sendiri. Bukan karena aku tidak mampu, tapi karena aku takut merasa sendiri di tengah perjalanan. Aku terlalu sering menyalahkan keadaan, menyalahkan orang lain, menyalahkan waktu. Padahal yang sebenarnya perlu aku hadapi adalah diriku sendiri—yang terlalu ragu untuk percaya pada kemampuanku.
Kadang aku bertanya: seandainya dari dulu aku berjalan saja, tanpa menunggu siapa pun, mungkin aku sudah berada di tempat yang berbeda sekarang.
Tapi hidup tidak pernah tentang ‘seandainya’. Hidup adalah tentang bagaimana aku belajar dari semua rasa sesal yang aku ciptakan sendiri.
Hari ini aku belajar lagi, bahwa menunggu orang lain untuk memulai bukanlah bentuk kesetiaan atau kebersamaan. Itu hanya penundaan yang dibungkus dengan harapan palsu. Aku ingin mengubah caraku memandang semua ini. Aku ingin mulai lagi, dari langkah kecil yang bisa aku ambil sendiri. Tanpa menunggu siapa pun. Tanpa berharap seseorang akan memegang tanganku dari awal.
Karena mungkin, yang benar-benar aku butuhkan bukanlah teman untuk memulai, tapi keberanian untuk memulai sendiri.
Semoga tulisan ini bisa memberikan sedikit insight untuk siapapun kamu yang membaca tulisanku ini. Setidaknya, untuk diriku sendiri yang selalu berkunjung kembali dan membaca ulang setiap tulisan yang aku buat.
Dear Kande,
Kamu sudah melakukan yang terbaik yang kamu bisa. Tapi jangan lupa untuk membaca kembali dan coba review lagi apa yang kamu tulis. Aku mencintaimu dan semua kemurnian di dalam dirimu.
It’s me, Kande.
Gabung dalam percakapan